Rabu, 31 Desember 2008

GAJAH,...GAJAH,....DAN GAJAH LAGI



Pada beberapa peluang kami berkesempatan mengunjungi tempat tempat wisata yang indah untuk menikmati pemandangan alam, keindahan kota, ataupun keunikan daerah tertentu. Sebagaimana daerah tujuan wisata tentunya mereka menjual barang barang souvenir bagi para pelancong yang mengunjungi daerah mereka. Topi, kaos, jaket, boneka, bunga, patung , gantungan kunci dsb. dijajakan. Kami selalu membeli beberapa untuk kenangan kami. Tetapi sampai dirumah ternyata barang barang tadi sangat beragam, sehingga menurut kami hal seperti itu tidak akan menampakkan keunikan.

Suatu saat kami berkunjung kerumah saudara yang ada di Malang, dirumah tersebut kami melihat banyak sekali patung katak. Mulai dari katak kerajinan rakyat yang sering dijual bila ada perayaan sekatenan di alun-alun keraton Yogyakarta sampai dengan katak yang benilai tinggi. Demikian juga ketika kami beranjang sana ke rumah salah seorang kerabat di Rumbai, kami melihat banyak sekali patung kuda. Ketika kami bertanya mengapa mereka senang dengan kuda atau katak. Mereka punya alasan alasan khusus. Kuda itu kuat dan mau membantu manusia, sedangkan katak itu bentuknya lucu dan hidup didua alam dsb., Sedangkan alasan umumnya adalah berlatih untuk fokus dan disiplin. Ya,... berlatih untuk bisa fokus dan disiplin.

Mengapa mengoleksi sesuatu yang khas bisa menunjang pembentukan perilaku fokus dan disiplin. Tanpa mengecilkan arti dan keindahan barang souvenir yang lain, dengan kita fokus terhadap sesuatu tentunya memerlukan disiplin dan komitmen yang tinggi untuk membuat prioritas terhadap jenis barang koleksi yang sudah kita tentukan tersebut. Lebih baik lagi bila komitmen itu didukung oleh seluruh keluarga.

Sebelum menentukan jenis gajah sebagai koleksi keluarga, kami memang mencari bentuk khas dan unik yang pada akhirnya nanti bisa menjadi ”trade mark” keluarga kami. Karena kebetulan kami tinggal di Riau, maka pilihan jatuh kepada patung gajah. Dasar pemilihan kami karena Riau itu termasuk gudangnya gajah Sumatra. Juga pada waktu itu ada area konservasi gajah didekat tempat tinggal kami.

Kami melihat gajah itu binatang tenang tidak bersuara banyak. Dia badannya besar tetapi bukan disebut sebagai raja hutan, karena pada intinya gajah tidak mau mengganggu atau memangsa binatang lain. Ia adalah jenis pemakan rumput. Tetapi dia pandai dan daya ingatnya tinggi. Bila diperlakukan dengan benar, dia bisa menjadi sahabat manusia asalkan kita bisa hidup berdampingan dengan mereka. Mereka bisa dilatih untuk transportasi tanpa BBM lho. Tetapi sayangnya manusia terlalu serakah, contohnya dalam membuka lahan seperti untuk kebun sawit atau perkebunan yang lain, terganggulah habitatnya. Maka timbullah konflik antara manusia dengan hewan ini. Keseimbangan sudah terganggu.

Disisi lain, disuatu daerah yang tidak ada habitat gajahnya, tetapi orang sudah mengenal dan menggambarkan dengan sempurna apa gajah itu. Banyak lukisan atau patung gajah yang diperjualbelikan dengan bentuk khasnya masing masing. Di Bali, di Kalimantan, di Tanah Batak, di Jogya, di Thailand, Srilangka, Jepang, sampai Amerika kita bisa menemukan patung gajah. Artinya gajah sudah dikenal secara universal. Setiap rombongan sirkuspun hampir pasti semua punya atraksi gajah.

Beratus patung gajah telah kami koleksi mulai dari yang besarnya sekuku kelingking sampai yang besarnya sekitar 1.5 meter yang kami letakkan didepan rumah. Bahan material yang dibuat patung pun beragam ada yang dari tanah, kayu, logam, keramik, semen, kain, kertas, plastik, emas, perak, gading, tulang, dsb. Patung patung gajah tadi bukan semuanya kami beli tetapi sebagian adalah oleh-oleh atau buah tangan dari saudara dan teman sejawat. Terima kasih.

Ketika kami tinggal di Minas, kami membuat sebuah patung gajah besar yang kami letakkan didepan rumah. Hari pertama setelah kami menyelesaikan pembuatan patung gajah dari semen itu, beredar issue bahwa ada gajah liar masuk camp. Tentunya membuat orang berbondong bondong untuk melihat gajah itu... sudah bisa ditebak, bagaimaka roman muka mereka, setelah melihat kenyataannya, ada yang ketawa, ada yang mengumpat, ada yang senyum gembira, dllnya karena yang dilihat hanya patung gajah belaka. Ayak-ayak wae...

Ada kisah unik lain yang menyangkut patung gajah itu. Ketika itu komplek rumah kami cukup banyak isinya sehingga banyak pula anak anak yang senang sekali bila bermain main disekitar patung gajah tsb. Permasalahannya, ketika kami pindah distrik, tentunya patung gajahpun akan pindah. Akibatnya ada dua anak pekerja asing tetangga kami yang mogok makan karena kalau sedang makan selalu naik gajah tsb..... kasian...Saat ini patung gajah itu sudah kami hibahkan area konsevarsi gajah didaerah Minas Riau.

Itulah sekelumit cerita mengapa kami mengkoleksi gajah. Kalangan teman teman kantor maupun teman komplek perumahan, mereka akan selalu menunjuk ke rumah kami bila ada yang ingin bertanya tentang gajah.